Developmental Study Club (DSC) Universitas Diponegoro

Sebuah kelompok studi di Fakultas Psikologi Universitas Diponegoro yang bergerak dibidang Psikologi Perkembangan. Kelompok studi yang berdiri pada 28 April 2012 ini terdiri dari subbagian Balita dan Anak, Remaja, Dewasa, dan Lanjut Usia (Lansia)

Foto bersama Kak Adin (Jogja) setelah Seminar Pendidikan Anti Korupsi Untuk Anak Usia Dini

Seminar dilaksanakan pada tanggal 28 April 2012 di Aula Dekanat Lt.3 Fakultas Psikologi sekaligus meresmikan DSC .

Bu Dinie Ratri Desiningrum

Salah satu dosen bagian Psikologi Perkembangan yang merupakan Dewan Pembina DSC

Seminar dan Pelatihan Tentang Lansia: Elder Mistreatment and Therapy

Dr. Yeniar Indriana, MS (Dosen Fak. Psikologi UNDIP/Moderator), H Toni Hartono (Ketua Komnas Lansia/Pembicara), Prof. Ir. Eko Budiharjo, MSc (Mantan Rektor UNDIP/Pembicara)

Setelah Seminar Lansia

Panitia berfoto bersama meluapkan kegembiraan setelah sukses menyelenggarakan Seminar Lansia pada hari Sabtu, 30 Juni 2012 di Gedung Prof Soedharto, SH

Sabtu, 23 Maret 2013

Bersikap peduli, sudahkah kita lakukan ?

Sikap peduli merupakan hal yang sangat unik dalam hidup kita. Mengapa disebut unik ? Karena kepedulian dapat mengantarkan kita terhadap banyak keberuntungan. Dengan peduli pada diri sendiri, kita dapat mengerti potensi-potensi yang perlu dikembangkan dan mengerti apa saja kekurangan kita yang masih perlu diperbaiki. Dengan peduli terhadap orang lain, kita dapat melihat apa yang ia butuhkan, berempati memberi dukungan secara supportive, bahkan membantu orang lain dalam beraktualisasi diri. Bagaimana bisa terjadi seperti itu ? Semua akan saya jelaskan secara rinci. Dalam berhubungan dengan orang lain, tentunya kita akan respect terhadap orang yang kita sukai atau yang pantas untuk kita hormati. Contoh saja kita rata-rata menghormati sosok ibu yang banyak berjasa, kita pasti dapat merasakan apa yang ia rasakan, mengetahui apa yang dibutuhkanya saat ini tanpa sang ibu memberitahukanya, tanpa perlu memiliki indera keenam yang merupakan cirri khas paranormal. Bahkan kalau kita lebih sering mengasah kepekaan kita sedikit, kita sampai dapat menganalisa bakat dan sifat orang yang sedang kita pedulikan karena kita memiliki rasa cinta sehingga lebih objektif dalam menilai sikap seseorang. Apabila kita sering berinteraksi, namun disertai sifat peduli dan peka maka kita dapat melihat dengan jelas minat dan bakat seseorang, minimal sahabat kita sendiri, coba buktikan ! Manusia dapat melakukan aktualisasi apabila seseorang tersebut benar-benar mengikuti takdir yang sudah Tuhan tuliskan sebelum kita turun ke dunia. Apabila kita tidak mengikuti takdir yang sudah tertulis, kita serasa membawa batu di dalam hati (Dedy Susanto, 2012). Dengan melihat bakat dan minat asli dalam diri seseorang secara tak langsung kita sudah berperan dalam membantunya dalam beraktualisasi diri. Hebat, bukan? Selain itu, kalau kita perhatikan orang yang memiliki kepedulian tinggi pada orang lain, cenderung disukai banyak orang. Hal ini wajar saja mengingat sebenarnya semua manusia itu senang diperhatikan. Seperti halnya kalau ada orang yang sangat perhatian tanpa diminta , kita bahkan bisa mengalami illusi bahwa orang tersebut ada rasa sama kita. Padahal belum tentu juga, bisa jadi dia memang baik banget ke semua orang kan ? Yang kedua saya akan membahas sikap peduli terhadap diri sendiri. Sikap peduli pada diri sendiri ini meliputi sikap menghargai diri kita apa adanya. Sepertinya saya agak kurang setuju dengan orang yang baru menghargai dirinya setelah berprestasi, jatuhnya kalau gagal cenderung susah bangkit dan takut mencoba lagi dan lagi. Tanda orang yang seperti ini juga baru bahagia setelah ada kejadian baik didepanya, kalau engga ya… galau melulu. Tidak ingin menjadi orang seperti contoh diatas kan ? Silahkan ikuti saran dibawah ini: o Tanamkan sugesti bahwa kebahagiaan sejati datangnya dari diri sendiri, bukan lingkungan atau orang lain. Sebenarnya apapun kejadian yang datang sebagai stimulus, kita sendirilah yang punya hak ingin mempersepsikan stimulus itu, sebagai kebaikan atau keburukan. Orang yang dikaruniai kemampuan luar biasa 10 buah, yang pasti nantinya diminta pertanggung jawaban di akhirat kelak. Kalau orang yang cenderung negative akan memikirkan beratnya diberi tanggung jawab untuk 10 kemampuan. Kalau orang yang berfikir positif pastinya akan memaksimalkan 10 kemampuan tersebut untuk beraktualisasi diri dalam hal yang positif. o Biasakan jangan terlalu keras dengan diri sendiri. Orang yang cenderung memiliki tempramen melankolis cenderung punya hobi mengkritisi diri sendiri, entah itu benar-benar pandangan subjektif atau objektif. Kalau kita cenderung lebih melirik sisi buruk dari pribadi kita, kita menjadi takut akan belajar, terutama belajar dari kesalahan untuk menentukan sikap yang benar. Pandangan behavioristik pun setuju kalau proses belajar itu berlangsung seluruh hidup. Nah kalau tidak kita akan menjadi orang yang selalu terjebak dengan melakukan kesalahan yang sama, seluruh hidup ! ga mau kan jadi orang yang kaya gitu ? hehe Oke segitu dulu saran yang bisa saya bagi karena inti dari peduli terhadap diri sendiri ialah sikap menghargai diri sendiri apa adanya, dari lubuk hati yang paling dalam tanpa alasan tertentu. Yang ketiga ialah peduli terhadap masa depan ditandai dengan menjalani masa sekarang dengan sebaik-baiknya, mengikhlaskan masa lalu dan hanya menganggapnya sebagai pembelajaran untuk menjadi diri yang lebih baik lagi. Serta mempersiapkan masa depan impian-harapan- yang tentunya terbaik mulai dari sekarang, jam ini, menit ini, detik ini. Oke sekarang saya akan bertanya lagi, apakah anda sudah siap benar-benar bersikap peduli ?

Rabu, 13 Maret 2013

SLB Negeri Semarang, Surganya Anak Luar Biasa

Kharisma Rizki Pradana dalam acara Kick Andy

Sekolah bercat biru yang berdiri tegak di Jalan Elang Raya No. 2, Kelurahan Mangunharjo, Tembalang  pada hari itu sangat ramai oleh para siswa yang sedang melaksanakan olahraga. Tak jauh dari sana, para orang tua mereka tengah asyik bercengkrama sambil mengawasi anak-anaknya.

Itulah seklumit kegiatan yang ada di SLB Negeri Semarang ketika kami berkunjung kesana. Sekolah para anak-anak berkebutuhan khusus ini diresmikan pada tanggal 23 Juni 2005 oleh  Bapak Mardiyanto, Gubernur Jawa Tengah kala itu. Pendirian sekolah ini tak bisa lepas dari sosok sang kepala sekolah, Drs. Ciptono.

Dikutip dalam bukunya, Guru Luar Biasa, Membangun Sekolah Luar Biasa dari Garasi hingga Raih 9 Rekor Muri Pak Cip (sapaan akrab Drs. Ciptono-red) menjelaskan bahwa awalnya ide pendirian sekolah ini digagas pada tahun 2003 oleh Kasi SDLB-SMPLB Subdin PLB Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Tengah, Bapak Tri Handoyo pada tahun 2003 karena merasa prihatin pada saat itu ibukota provinsi ini belum memiliki SLB Negeri. Dari keprihatinan itulah, akhirnya Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan yang pada waktu itu dijabat oleh Drs. Subagya Broto Sejati M. Pd, menunjuknya untuk menjadi Ketua Komite Pembangunan USB SLB Negeri Semarang.

Seiring berjalannya waktu, akhirnya sekolah yang dicita-citakan rampung dalam satu tahun. Biaya yang dikeluarkan pun tidak tanggung-tanggung, 1,35 miliar rupiah! Namun persoalan tidak serta-merta selesai. Bangunan sudah selesai dibangun, namun perabotan dan siswanya belum ada. Atas inisiatif dari Pak Cip, beliau menyarankan para peserta siswa yang ia didik di garasi rumahnya untuk pindah ke sekolah baru tersebut. Sekolah di garasi yang digagas oleh Pak Cip merupakan sekolah para siswa berkebutuhan khusus dimana para orang tua sang anak tidak mau menitipkannya di sekolah luar biasa.

Walau sempat menolak, akhirnya para orang tua bersedia pindah ke SLB Negeri Semarang asalkan Pak Cip yang menjadi kepala sekolah. Setelah disepakati, akhirnya pada tanggal 4 Februari 2005 para siswa dan guru pindah ke sekolah baru tersebut. Bukan hanya itu saja, semua perabotan dan mainan anak yang menjadi bahan pembelajaran mereka pun dipindah.

Sekarang, SLB Negeri satu-satunya di Semarang itu telah berumur 7 tahun. Mulai banyak perubahan disana-sini sehingga memudahkan anak-anak berkebutuhan khusus dalam memperoleh akses. SLB Negeri Semarang sendiri terdiri dari tiga bagian, yaitu  (1) bagian akademik berkaitan dengan proses belajar mengajar anak-anak berkebutuhan khusus, (2) bagian keterampilan berkaitan dengan pengembangan keahlian siswa sehingga bisa bermanfaat bagi masyarakat sekitar, (3) dan bagian terapi berkaitan dengan proses penyembuhan anak-anak berkebutuhan khusus. Namun bagian yang disebutkan terakhir, secara administrasi struktural sudah berdiri sendiri terlepas dari dua bagian lain walaupun  secara fungsional tetap melayani para siswa yang belajar di SLB tersebut.

Sistem pendidikan di SLB sendiri dibagi berdasarkan klasifikasi penyandang kebutuhan khusus, yaitu kelas A untuk tunanetra, B untuk tunarungu, C untuk tunawicara, D untuk tunadaksa, E untuk anak yang kurang bisa mengontrol emosinya, dan G untuk tunaganda atau penyandang disabilitas yang memiliki lebih dari satu disabilitas. Dalam satu kelas ada 10-15 siswa dengan diampu oleh 1 orang guru beserta asisten. Keadaan ini tentu tidak ideal, menurut Pak Aris, seorang staf pengajar disana menyatakan bahwa untuk SLB, kelas ideal adalah 1:4 atau 1 orang guru untuk mengampu 4 orang siswa. Sedangkan jenjang pendidikannya mulai dari Tk Kecil hingga SMA.

Selain akademik, para siswa juga diberi bekal agar mampu berkarya ditengah masyarakat melalui kelas keterampilan. Berbagai keterampilan diajarkan disana, seperti membatik, musik, menjahit, otomotif, dan salon. Sekedar info, SLB Negeri Semarang terbilang cukup aktif mengikuti berbagai lomba-lomba keterampilan untuk para siswa SLB. Sehingga tak heran, sosok seperti Kharisma Rizki Pradana muncul dihadapan publik dengan talentanya sebagai hasil proses belajar dia di SLB ini. Sebagai informasi, Kharisma merupakan pemegang rekor dunia sebagai anak autis pertama yang memiliki album, selain itu juga ia mampu menghafal berbagai peristiwa penting di Indonesia, puluhan merek dan tipe telepon seluler, acara-acara televise, radio, dan tanggal lahir pejabat dan menirukan berbagai pidato presiden (Ciptono, 2010). Luar biasa.
Masih dalam lingkungan SLB, selain akademik dan keterampilan ada pula bagian Terapi. Terapi yang dilakukan disini, bukan hanya terbatas pada siswa SLB Negeri Semarang saja, namun juga terbuka untuk umum. Jenis terapi yang disediakan adalah terapi okupasi (terapi untuk membantu seseorang menguasai keterampilan motorik halus dengan lebih baik), terapi wicara (terapi untuk membantu seseorang menguasai komunikasi bicara dengan lebih baik), terapi sensori integrasi (sering disebut dengan terapi SI, terapi perilaku, fisio terapi, terapi akupresur (acupressure therapy), terapi musik, terapi motorik, terapi pedagogik, dan terapi okupasi ADL.

Seperti yang diungkapkan oleh sang kepala sekoah dalam bukunya yang berjudul Guru Luar Biasa, “akan saya buat sekolah kami sebagai surga bagi anak-anak berkebutuhan khusus!”. Beragam fasilitas di sekolah ini pun disediakan untuk anak-anak berkebutuhan khusus, sehingga kelak mereka dapat tumbuh secara normal” & memberi warna dalam kehidupan masyarakat. Bukankah mereka juga berhak untuk hidup normal, sama dengan makhluk ciptaan-Nya yang lain?

Reza Muhammad GPD (2011)

Minggu, 25 November 2012

EFEK PERISTIWA TRAUMATIS TERHADAP PERKEMBANGAN ANAK USIA DINI


Tahun – tahun pertama kehidupan anak merupakan penting dalam hal tumbuh kembang fisik, mental dan psikososial yang berjalan, sedemikian cepartnya sehingga keberhasilan tahun – tahun pertama untuk sebagian besar menentukan hari depan anak. Kelainan atau penyimpangan apapun terdeteksi secara nyata mendapatkan perawatan bersifat purna yaitu promotif, preventif dan rehabilitas akan mempengaruhi perkembangan anak selanjutnya. (Sunarwati, 2007)
Berbagai hal traumatis sangat mempengaruhi kesehatan fisik dan psikologisnya. Kehilangan atau berpisah dengan keluarga akan mempengaruhi risiko kesehatan, perkembangan, dan kesejahteraan anak secara keseluruhan.
Risiko akan meningkat apabila terjadi pada saat masa awal kanak – kanak dimana masa itu adalah masa kritis pertumbuhan. Seperti bencana alam, perang, perceraian, kematian orang tua dan anggota keluarga lainnya dan kelahiran tak dikehendaki seorang anak, akan dapat mempengaruhi untuk berkembang menjadi manusia dewasa.
Trauma merupakan suatu kejadian yang sangat membekas dan amat mendalam pada diri anak. Anak pernah menyaksikan, mengalami dan merasakan langsung kejadian yang secara aktual mengerikan, menakutkan atau mungkin bahkan mengancam jiwanya. Bagi si prasekolah kejadian ini akan membekas dalam ingatan dan tak mudah untuk melupakan.
Reaksi yang ditimbulkan anak pada kejadian tersebut bias bermacam-macam. Ada yang menangis, diam saja, dan lainnya. Selanjutnya akan timbul gejala seperti anak tidak ingin membicarakan peristiwa yang dialaminya. Menghindar dari apa yang ditakutinya, aktivitas rutinnya tiba – tiba berubah, takut kepada orang yang mengintimidasinya, jadi susah tidur dan setiap malam selalu bermimpi buruk dengan terbangun dan berkeringat, gampang marah, tidak bias berkonsentrasi, minatnya hilang, dan sebagainya. Biasanya gejala ini akan muncul berulang kali dalam waktu yang lama.
Ada banyak faktor yang mempengaruhi proses penyembuhan anak dari trauma yang dialaminya, antara lain tingkat stress anak itu sendiri dan pengaruh lingkungan disekitarnya. Jika daya tahan anak terhadap stress cukup kuat dan lingkungannya kondusif makan proses mengatasi trauma akan lebih optimal. Jika tidak, anak akan terus terbenam dalam traumanya. Anak yang mengalami trauma perlu dibantu untuk memilih mana yang baik untuk kehidupannya.
Pertengkaran orang tua yang disaksikan oleh anak ataupun peristiwa perceraian yang dialami oleh orang tua, sehingga anak ditinggal oleh salah satu orang yang dicintainya, akan membekas secara mendalam pada ingatan anak tersebut. Dampak yang ditimbulkan dari pengalaman traumatis tersebut ialah anak akan  menjadi pendiam, berkurang minatnya, gampang marah, rasa takut apabila melihat orang tua bertengkar terulang kembali.
Selain itu, akan berdampak pada masalah sosialisasi anak. Di usia yang lebih besar lagi, anak akan mengalami hambatan berhubungan dengan teman atau lawan jenisnya, misalnya saja anak akan menolak pertemanan yang lebih dari seorang sahabat, sulit mencintai orang lain. Ada kekhawatiran terhadap pernikahan dan mengalami hal yang sama seperti yang dialami hal yang sama seperti yang dialami kedua orang tuanya sehingga anak tidak ingin menikah apalagi mempunyai anak.
Apabila anak mengalami trauma kekerasan secara fisik akan lebih terlihat lewat tanda-tanda pada tubuh anak. Selain itu, tampak ekspresi ketakutan yang ditampilkan oleh anak. Begitu pun kekerasan secara seksual. Namun adakalanya, kekerasan seksual yang dilakukan pada anak usia ini tersamar dan tak diketahui, karena mungkin pelakunya melakukan secara halus semisal dengan iming-iming sesuatu sehingga anak bersedia melakukan tanpa paksaan. Anak usia ini sudah tahu sebab-akibat. Kalau diberi sesuatu maka dia pun harus memberikan yang diminta.
Dampak trauma dari kekerasan fisik, nantinya anaka akan hidup dengan penuh ketakutan atau malah mencontoh perilaku tersebut dan melakukannya pada orang lain. Pada kekerasan seksual, anak merasa dirinya sudah tidak utuh lagi, merasa diri tak berdaya dan tak berharga. Dia menghargai dirinya dari benda atau dirinya merasa berharga kalau ia membiarkan dirinya teraniaya oleh orang lain. Anak mungkin akan membenci jenis kelamin yang berbeda dan bias mencintai sesame jenis, memilih hidup sendiri, dan sebagainya Untuk meminimalisasikan dampak tersebut, maka harus diatasi sejak dini.
Apabila anak mengalami trauma bencana alam maka akibatnya akan sangat terekam dalam ingatan anak, seperti yang dialami, misalnya saja kala tsunami. Bila mereka diminta menggambar akan tampak dari hasil karyanya berkaitan dengan air. Dampak trauma dari bencana, antara lain anak menghindar dari pembicaraan yang mengarah pada peristiwa tersebut, mungkin anak menjadi takut untuk keluar rumah, dan akhirnya aktivitasnya akan terganggu.
Pada dasarnya semua peristiwa traumatis akan memberikan efek bagi perkembangan anaka untuk kedepannya saat mereka tumbuh menjadi besar nantinya. Mereka perlu penanganan untuk memulihkan dampak yang mereka alami tersebut.

By : Ajeng Erfelina
Psikologi Undip 2011