Tahun – tahun
pertama kehidupan anak merupakan penting dalam hal tumbuh kembang fisik, mental
dan psikososial yang berjalan, sedemikian cepartnya sehingga keberhasilan tahun
– tahun pertama untuk sebagian besar menentukan hari depan anak. Kelainan atau
penyimpangan apapun terdeteksi secara nyata mendapatkan perawatan bersifat
purna yaitu promotif, preventif dan rehabilitas akan mempengaruhi perkembangan
anak selanjutnya. (Sunarwati, 2007)
Berbagai hal
traumatis sangat mempengaruhi kesehatan fisik dan psikologisnya. Kehilangan
atau berpisah dengan keluarga akan mempengaruhi risiko kesehatan, perkembangan,
dan kesejahteraan anak secara keseluruhan.
Risiko akan
meningkat apabila terjadi pada saat masa awal kanak – kanak dimana masa itu
adalah masa kritis pertumbuhan. Seperti bencana alam, perang, perceraian,
kematian orang tua dan anggota keluarga lainnya dan kelahiran tak dikehendaki
seorang anak, akan dapat mempengaruhi untuk berkembang menjadi manusia dewasa.
Trauma merupakan
suatu kejadian yang sangat membekas dan amat mendalam pada diri anak. Anak
pernah menyaksikan, mengalami dan merasakan langsung kejadian yang secara
aktual mengerikan, menakutkan atau mungkin bahkan mengancam jiwanya. Bagi si
prasekolah kejadian ini akan membekas dalam ingatan dan tak mudah untuk
melupakan.
Reaksi yang
ditimbulkan anak pada kejadian tersebut bias bermacam-macam. Ada yang menangis,
diam saja, dan lainnya. Selanjutnya akan timbul gejala seperti anak tidak ingin
membicarakan peristiwa yang dialaminya. Menghindar dari apa yang ditakutinya,
aktivitas rutinnya tiba – tiba berubah, takut kepada orang yang
mengintimidasinya, jadi susah tidur dan setiap malam selalu bermimpi buruk
dengan terbangun dan berkeringat, gampang marah, tidak bias berkonsentrasi,
minatnya hilang, dan sebagainya. Biasanya gejala ini akan muncul berulang kali
dalam waktu yang lama.
Ada banyak faktor
yang mempengaruhi proses penyembuhan anak dari trauma yang dialaminya, antara
lain tingkat stress anak itu sendiri dan pengaruh lingkungan disekitarnya. Jika
daya tahan anak terhadap stress cukup kuat dan lingkungannya kondusif makan
proses mengatasi trauma akan lebih optimal. Jika tidak, anak akan terus
terbenam dalam traumanya. Anak yang mengalami trauma perlu dibantu untuk
memilih mana yang baik untuk kehidupannya.
Pertengkaran
orang tua yang disaksikan oleh anak ataupun peristiwa perceraian yang dialami
oleh orang tua, sehingga anak ditinggal oleh salah satu orang yang dicintainya,
akan membekas secara mendalam pada ingatan anak tersebut. Dampak yang
ditimbulkan dari pengalaman traumatis tersebut ialah anak akan menjadi pendiam, berkurang minatnya, gampang
marah, rasa takut apabila melihat orang tua bertengkar terulang kembali.
Selain itu, akan
berdampak pada masalah sosialisasi anak. Di usia yang lebih besar lagi, anak
akan mengalami hambatan berhubungan dengan teman atau lawan jenisnya, misalnya
saja anak akan menolak pertemanan yang lebih dari seorang sahabat, sulit
mencintai orang lain. Ada kekhawatiran terhadap pernikahan dan mengalami hal
yang sama seperti yang dialami hal yang sama seperti yang dialami kedua orang
tuanya sehingga anak tidak ingin menikah apalagi mempunyai anak.
Apabila anak
mengalami trauma kekerasan secara fisik akan lebih terlihat lewat tanda-tanda
pada tubuh anak. Selain itu, tampak ekspresi ketakutan yang ditampilkan oleh
anak. Begitu pun kekerasan secara seksual. Namun adakalanya, kekerasan seksual
yang dilakukan pada anak usia ini tersamar dan tak diketahui, karena mungkin
pelakunya melakukan secara halus semisal dengan iming-iming sesuatu sehingga
anak bersedia melakukan tanpa paksaan. Anak usia ini sudah tahu sebab-akibat.
Kalau diberi sesuatu maka dia pun harus memberikan yang diminta.
Dampak trauma
dari kekerasan fisik, nantinya anaka akan hidup dengan penuh ketakutan atau
malah mencontoh perilaku tersebut dan melakukannya pada orang lain. Pada
kekerasan seksual, anak merasa dirinya sudah tidak utuh lagi, merasa diri tak
berdaya dan tak berharga. Dia menghargai dirinya dari benda atau dirinya merasa
berharga kalau ia membiarkan dirinya teraniaya oleh orang lain. Anak mungkin
akan membenci jenis kelamin yang berbeda dan bias mencintai sesame jenis,
memilih hidup sendiri, dan sebagainya Untuk meminimalisasikan dampak tersebut,
maka harus diatasi sejak dini.
Apabila anak
mengalami trauma bencana alam maka akibatnya akan sangat terekam dalam ingatan
anak, seperti yang dialami, misalnya saja kala tsunami. Bila mereka diminta
menggambar akan tampak dari hasil karyanya berkaitan dengan air. Dampak trauma
dari bencana, antara lain anak menghindar dari pembicaraan yang mengarah pada
peristiwa tersebut, mungkin anak menjadi takut untuk keluar rumah, dan akhirnya
aktivitasnya akan terganggu.
Pada dasarnya
semua peristiwa traumatis akan memberikan efek bagi perkembangan anaka untuk
kedepannya saat mereka tumbuh menjadi besar nantinya. Mereka perlu penanganan
untuk memulihkan dampak yang mereka alami tersebut.
By : Ajeng Erfelina
Psikologi Undip 2011