Minggu, 25 November 2012

EFEK PERISTIWA TRAUMATIS TERHADAP PERKEMBANGAN ANAK USIA DINI


Tahun – tahun pertama kehidupan anak merupakan penting dalam hal tumbuh kembang fisik, mental dan psikososial yang berjalan, sedemikian cepartnya sehingga keberhasilan tahun – tahun pertama untuk sebagian besar menentukan hari depan anak. Kelainan atau penyimpangan apapun terdeteksi secara nyata mendapatkan perawatan bersifat purna yaitu promotif, preventif dan rehabilitas akan mempengaruhi perkembangan anak selanjutnya. (Sunarwati, 2007)
Berbagai hal traumatis sangat mempengaruhi kesehatan fisik dan psikologisnya. Kehilangan atau berpisah dengan keluarga akan mempengaruhi risiko kesehatan, perkembangan, dan kesejahteraan anak secara keseluruhan.
Risiko akan meningkat apabila terjadi pada saat masa awal kanak – kanak dimana masa itu adalah masa kritis pertumbuhan. Seperti bencana alam, perang, perceraian, kematian orang tua dan anggota keluarga lainnya dan kelahiran tak dikehendaki seorang anak, akan dapat mempengaruhi untuk berkembang menjadi manusia dewasa.
Trauma merupakan suatu kejadian yang sangat membekas dan amat mendalam pada diri anak. Anak pernah menyaksikan, mengalami dan merasakan langsung kejadian yang secara aktual mengerikan, menakutkan atau mungkin bahkan mengancam jiwanya. Bagi si prasekolah kejadian ini akan membekas dalam ingatan dan tak mudah untuk melupakan.
Reaksi yang ditimbulkan anak pada kejadian tersebut bias bermacam-macam. Ada yang menangis, diam saja, dan lainnya. Selanjutnya akan timbul gejala seperti anak tidak ingin membicarakan peristiwa yang dialaminya. Menghindar dari apa yang ditakutinya, aktivitas rutinnya tiba – tiba berubah, takut kepada orang yang mengintimidasinya, jadi susah tidur dan setiap malam selalu bermimpi buruk dengan terbangun dan berkeringat, gampang marah, tidak bias berkonsentrasi, minatnya hilang, dan sebagainya. Biasanya gejala ini akan muncul berulang kali dalam waktu yang lama.
Ada banyak faktor yang mempengaruhi proses penyembuhan anak dari trauma yang dialaminya, antara lain tingkat stress anak itu sendiri dan pengaruh lingkungan disekitarnya. Jika daya tahan anak terhadap stress cukup kuat dan lingkungannya kondusif makan proses mengatasi trauma akan lebih optimal. Jika tidak, anak akan terus terbenam dalam traumanya. Anak yang mengalami trauma perlu dibantu untuk memilih mana yang baik untuk kehidupannya.
Pertengkaran orang tua yang disaksikan oleh anak ataupun peristiwa perceraian yang dialami oleh orang tua, sehingga anak ditinggal oleh salah satu orang yang dicintainya, akan membekas secara mendalam pada ingatan anak tersebut. Dampak yang ditimbulkan dari pengalaman traumatis tersebut ialah anak akan  menjadi pendiam, berkurang minatnya, gampang marah, rasa takut apabila melihat orang tua bertengkar terulang kembali.
Selain itu, akan berdampak pada masalah sosialisasi anak. Di usia yang lebih besar lagi, anak akan mengalami hambatan berhubungan dengan teman atau lawan jenisnya, misalnya saja anak akan menolak pertemanan yang lebih dari seorang sahabat, sulit mencintai orang lain. Ada kekhawatiran terhadap pernikahan dan mengalami hal yang sama seperti yang dialami hal yang sama seperti yang dialami kedua orang tuanya sehingga anak tidak ingin menikah apalagi mempunyai anak.
Apabila anak mengalami trauma kekerasan secara fisik akan lebih terlihat lewat tanda-tanda pada tubuh anak. Selain itu, tampak ekspresi ketakutan yang ditampilkan oleh anak. Begitu pun kekerasan secara seksual. Namun adakalanya, kekerasan seksual yang dilakukan pada anak usia ini tersamar dan tak diketahui, karena mungkin pelakunya melakukan secara halus semisal dengan iming-iming sesuatu sehingga anak bersedia melakukan tanpa paksaan. Anak usia ini sudah tahu sebab-akibat. Kalau diberi sesuatu maka dia pun harus memberikan yang diminta.
Dampak trauma dari kekerasan fisik, nantinya anaka akan hidup dengan penuh ketakutan atau malah mencontoh perilaku tersebut dan melakukannya pada orang lain. Pada kekerasan seksual, anak merasa dirinya sudah tidak utuh lagi, merasa diri tak berdaya dan tak berharga. Dia menghargai dirinya dari benda atau dirinya merasa berharga kalau ia membiarkan dirinya teraniaya oleh orang lain. Anak mungkin akan membenci jenis kelamin yang berbeda dan bias mencintai sesame jenis, memilih hidup sendiri, dan sebagainya Untuk meminimalisasikan dampak tersebut, maka harus diatasi sejak dini.
Apabila anak mengalami trauma bencana alam maka akibatnya akan sangat terekam dalam ingatan anak, seperti yang dialami, misalnya saja kala tsunami. Bila mereka diminta menggambar akan tampak dari hasil karyanya berkaitan dengan air. Dampak trauma dari bencana, antara lain anak menghindar dari pembicaraan yang mengarah pada peristiwa tersebut, mungkin anak menjadi takut untuk keluar rumah, dan akhirnya aktivitasnya akan terganggu.
Pada dasarnya semua peristiwa traumatis akan memberikan efek bagi perkembangan anaka untuk kedepannya saat mereka tumbuh menjadi besar nantinya. Mereka perlu penanganan untuk memulihkan dampak yang mereka alami tersebut.

By : Ajeng Erfelina
Psikologi Undip 2011

0 komentar:

Posting Komentar